JAKARTA - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga orang saksi, salah satunya dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi perdagangan timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. ESDM) dimintai keterangan oleh. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) KPK Ketut Sumedana mengatakan saksi yang diperiksa tersebut berinisial BE selaku sub-koordinator pemasaran Kementerian ESDM," kata Ketut dalam keterangannya di Jakarta, Rabu. Selain BE, jaksa penyidik juga memeriksa dua saksi lain berinisial FA dan TM selaku inspektur tambang. "Ketiga saksi ini diperiksa terkait penyidikan kasus tersebut guna memperkuat alat bukti dan melengkapi pelimpahan perkara yang bersangkutan," kata Ketut. Dalam penyidikan kasus tersebut, jaksa penyidik belum lama ini telah menyita lima perusahaan peleburan di Bangka Belitung. Kelima smelter tersebut adalah smelter CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan satu bidang tanah seluas 10.500 m2, smelter PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) dan beberapa bidang tanah seluas 85.863 m2, smelter PT Tinindo Internusa (TI) dan sebidang tanah seluas 84.660 m2, smelter PT Sariwaguna Binasentosa (SBS) dan beberapa bidang tanah seluas 57.825 m2.

Selanjutnya, smelter PT Refined Bangka Tin (RBT) yang terkait dengan tersangka Suparta dan Harvey Moeis juga disita beserta sejumlah aset. 53 ekskavator dan dua buldoser juga disita.

Penyidik juga menyita sejumlah aset para tersangka, mulai dari jam tangan, mobil dan sepeda motor mewah, termasuk mendalami kepemilikan pesawat jet pribadi yang dibeli oleh Harvey Moyes, baik yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang maupun tidak. Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan bahwa kelima smelter yang disita akan tetap dikelola oleh PT Timah untuk membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

"Aset-aset yang disita ini tetap dikelola agar bisa memberikan peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat," kata Jaksa Agung Muda Bidang Aset Kejagung seusai rapat tertutup membahas pengelolaan lima smelter yang disita Kejagung di Pangkalpinang, Selasa (23/4). Amir Yanto, Direktur Jenderal Lembaga Pemulihan Aset, mengatakan.

Amir mengatakan bahwa penambangan ini harus legal karena saat ini sebanyak 30% masyarakat di provinsi Kepulauan Banca Belitung masih menggantungkan hidupnya pada timah.

Terlepas dari hal tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febry Ardiansyah, mengatakan bahwa beberapa proses pasti akan berdampak negatif bagi masyarakat dan pekerja lokal. Namun, hal ini hanya bersifat sementara dan tim Jampidsus dan Badan Pemulihan Aset sedang dalam proses mencari solusi agar penyitaan dalam proses penegakan hukum tetap terlaksana dan masyarakat dapat bekerja serta penerimaan negara tidak terhambat. "Hari ini kami mempertemukan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan PT Timah Tbk, dengan bukti-bukti betapa seriusnya tindak pidana yang dilakukan dalam kasus-kasus yang sedang ditangani," kata Febri. Mantan Dirdik Jampidsus ini menjelaskan bahwa penindakan yang dilakukan Jampidsus semata-mata bertujuan untuk memulihkan dan mengembalikan lingkungan seperti semula, meskipun dampak yang ditimbulkan sangat luas dan merugikan. Jampidsus juga menyatakan bahwa sebagai bagian dari pengelolaan BUMN, pihaknya berupaya membangun tata kelola lahan yang lebih baik.

Upaya ini, kata Febvry, akan membuat penerimaan dan hak-hak negara menjadi lebih terukur. Tidak hanya itu, tata kelola yang baik akan menciptakan iklim investasi yang baik.

Febree menambahkan bahwa dalam kasus tindak pidana korupsi eksplorasi timah ilegal, dampaknya tentu saja dilihat dari sisi ekonomi nasional, dan bukan hanya pengembalian hak-hak negara (recovery asset) dari timah yang diekstraksi secara ilegal sebagai ganti rugi.

"Namun harus ada penekanan lebih pada restorasi dan rehabilitasi, menuntut pelaku korupsi untuk bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan, termasuk dampak ekologis terhadap masyarakat sekitar," kata Febree. "Kerugian ini tidak dapat diklaim kepada negara saja. "Tujuan dari pemulihan aset juga pemulihan lingkungan, yang harus dibebankan kepada para pelaku sehingga ke depannya pelaku korporasi juga dijerat," lanjut Febree.