Jakarta - Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan melakukan sejumlah langkah guna mengantisipasi penyakit pangkal busuk batang yang disebabkan oleh ganoderma yang menyerang tanaman kelapa sawit.

Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Ditjen Perkebunan, Kementan Ardi Praptono dalam Simposium Internasional Ganoderma di Bandung, Rabu menyatakan penyakit pangkal busuk batang yang disebabkan oleh ganoderma tersebut akan mempengaruhi tingkat produksi dan produktivitas tanaman, khususnya perkebunan sawit rakyat.

"Pemerintah melakukan pemantauan dan pelaporan Ganoderma di semua provinsi dengan aplikasi sistem informasi pelaporan dan rekap data organisme pengganggu tanaman (sipereda OPT) serta Informasi pengendalian OPT melalui aplikasi sistem informasi kesehatan tanaman (sinta)," katanya dalam kegiatan yang dipantau secara daring dari Jakarta.

Dikatakannya, perkebunan rakyat yang terkena Ganoderma mencapai 46.767 ha, paling besar di Sumut yang sudah masuk generasi ke lima, 34.000 ha.

Perkebunan rakyat yang terkena tersebar di 12 provinsi yaitu Nangroe Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat.

Menurut dia, pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit masih menjajikan dan jadi tumpuan untuk menjaga perekonomian nasional terjaga apalagi ekspor pertanian didominasi oleh minyak kelapa sawit yang nilainya mencapai 34,94 miliar dolar AS atau sekitar Rp600 triliun pada 2022.

"Oleh karena itu kami mengharapkan semua pihak bersinergi untuk mengendalikan penyakit ini dan meminta masukan konkrit kepada pemerintah," kata Ardi Praptono.

Penyakit busuk pangkal batang yang diakibatkan ganoderma, kata Ketua Umum Gapki Edy Martono, merupakan salah satu ancaman terhadap keberlanjutan sawit Indonesia.

"Sering terjadi baik di perusahaan dan perkebunan rakyat , terlambat menyadari sehingga harus dieridikasi," katanya.

Banyak upaya untuk melakukan mitigasi ganoderma seperti sanitasi, deteksi dini dan rekayasa tanaman tahan ganoderma, lanjutnya hasilnya belum memuaskan sehingga harus dilakukan berbagai upaya.

Kalau semakin banyak tanaman yang terkena dan eridikasi banyak yang dilakukan maka populasi tanaman berkurang dan produksi dan produktivitas menurun.

"Penelitian ganoderma perlu diperbanyak dengan pendanaan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) sehingga menghasilkan mitigasi baru yang selama ini tidak terpikirkan," ujar Edy Martono.

Komite Riset BPDPKS Tony Liwang menyatakan BPDPKS sudah membiayai beberapa riset terkait ganoderma seperti penggunaan drone untuk deteksi dini.

"BPDPKS sangat berkepentingan untuk menjaga keberlanjutan sawit Indonesia, termasuk dari ancaman ganoderma," katanya.

Dewan Pakar Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI) Karyudi menambahkan pengendalian ganoderma adalah mengembalikan kondisi tanah seperti pada masa lalu dengan memasukan organisme antagonis seperti mikoriza dan trichoderma.

Sementara itu Kepala Dinas Perkebunan Jambi, Agus Rizal menyatakan selama ini Disbun Jambi membantu dengan trichoderma yang dibuat oleh UPT Perlindungan Perkebunan Disbun.

"Jambi siap berkolaborasi dengan semua pihak sebagai percontohan pengendalian ganoderma, terutama untuk perkebunan rakyat," katanya.