Masyarakat Thionghoa dan Kesultanan Palembang
MUNTOK - Bertepatan dengan tradisi sembahyang bulan atau Pat Ngiat Pan, Heritage of Tionghoa Bangka (HETIKA) mengelar Potret Boen Toe (tanah budaya atau tanah beradab), di Kelenteng Kung Fuk Miau, Muntiok, Bangka Barat (Babar), sejak tanggal 24 - 30 September.
Omar Kisma - MUNTOK
SEDIKITNYA 100 koleksi foto mengambarkan latarbelakang masuknya masyarakat thionghoa ke kota Muntok sedikitnya memberikan gambaran jika masyarakat tionghoa sejak dahulu sudah ada di Bumi Serumpun Sebalai.
Dalam foto diceritakan, Muntok atau Wen Dao atau dalam bahasa Hakka yang sehari-hari dipakai oleh orang tionghoa Bangka disebut dengan Boen Toe tida bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Kesultanan Palembang. Pasalnya, raja Kesultanan Palembang yang saat itu diperintah oleh Sultan Baddarudin 1, mempersunting Zamnah yang masih berdarah Tionghoa.
Zamnah sendiri merupakan cucu dari Encek Wan Abdul Hayat, yang bernama asli Lim Tau Kian, yang ketika itu sebagai pelarian dari dinasti Ming Tiongkok yang kemudian diangkat menjadi pejabat oleh kesultanan Johor, Malaysia. Begitulah, sepintas gambaran koleksi foto yang terpajang.
Pentingnya dalam mengingat sejarah, pameran foto boen toe sendiri dibuka langsung oleh Bupati Babar H Parhan Ali, didampinggi Wakil Bupati Babar. Hadiri juga dalam kesempatan itu, Anggota DPRD Babar M Ali Purwanto, Camat Muntok Sukandi, Kepala Museum Timah Muntok dan perwakilan Polres Bangka Barat.
Wakil Bupati Babar Markus dalam sambutannyamengatakan, Pemkab Bangka Barat sangat mengapresiasi tradisi sembahyang bulan yang menjadi agenda tahunan masyarakat Tionghoa, apalagi diselingi dengan pameran foto sejarah masyarakat Tionghoa di kota Muntok. Bahkan Markus secara pribadi ikut menyucurkan dana.
"Panitia beberapa kali memberitahu saya untuk melaksanakan kegiatan ini. Dan saya secara pribadi juga membantu finansial sebesar tujuh juta lima ratus ribu untuk menyukseskan pameran kota Boen Toe tempo dulu," ujar Markus.
Ketua Panitia, Suwito mengatakan kata Boen Toe yang diambil dalam pameran foto ini, berasal dari kata Wen Tao. Dalam bahasa Hakka, bahasa yang digunakan masyarakat Tionghoa Bangka, kata Wen Tao disebut Boen Toe ( bun tu ).
" Wen atau Bun artinya kebudayaan, sedangkan Dao atau Tu artinya pulau tanah. Jadi " bun tu " bisa diartikan tanah budaya atau tanah beradab," jelas Suwito.
Dikatakannya, ide untuk menggelar pameran foto ini lanjut Suwito, berawal dari rasa prihatin anak - anak muda yang tergabung dalam Heritage of Tionghoa Bangka ( HETIKA ) melihat banyak peninggalan sejarah masyarakat Tionghoa yang tidak terawat. Seperti kuburan lama dan bangunan - bangunan.
"Ini karena masyarakat Muntok sendiri yang kurang menyadari nilai sejarah. Sesuatu yang bernilai pasti kita jaga. Karena mereka tidak tahu nilainya ya masa bodo. Punya keluarganya juga tidak perduli ngapaian kita harus perduli. Nah stigma seperti ini harus kita singkirkan. Lewat acara ini kita harapkan stigma itu dibuang jauh - jauh," harapnya.(**)