JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi mengungkapkan bahwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin dan Helena Lim selaku manajer PT Quantum Skyline Exchange menerima uang korupsi pengurusan izin usaha pertambangan timah sebesar Rp 420 miliar. Perusahaan tersebut mengungkapkan bahwa mereka telah menerimanya. Hal ini diungkapkan pada hari Rabu di Pengadilan Tipikor Jakarta oleh Suranto Wibowo, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Bangka Belitung (Kadis ESDM) periode 2015-2019, Amir, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024 Syahbana, dan Rusbani alias Bani, Pelaksana Tugas (Plt) Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret-Desember 2019, sebagaimana terungkap dalam pembacaan surat dakwaan terhadap Syahbana.
"Perbuatan korupsi ini didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun," kata Ardito.
Jaksa mengatakan bahwa uang korupsi tersebut digunakan antara PT Timah Tbk. dan PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa melalui program kerja sama dalam hal penyewaan peralatan pengolahanmelalui program kerja sama dalam penebangan timah, yang antara lain diterima oleh Harvey dan Helena, jelasnya.
Menurut Jaksa, kerja sama tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani periode 2016-2021, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Alwin Albar periode April 2017-Februari 2020, Direktur Keuangan PT Timah Direktur Keuangan Emil Ermindra untuk periode 2016-2020 adalah akal-akalan.
Selain itu,pemilik manfaatdari CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia Tamron yang biasa dipanggil Aon,pemilik manfaatdari PT Stanindo Inti Perkasa Suwito Gunawan yang biasa dipanggil Awi, Rosalina, Direktur Operasional PT Tinindo Internusa 2017-2020,Marketing PT Tinindo Internusa 2008-2018,Fandy Lie alias Fandy Lingga, PT Sariwiguna Robert Indarto, Direktur Binasentosa; Reza Andriansyah, Kepala Pengembangan Bisnis PT Refined Bangka Tin; dan Harvey;
Jaksa menyepakati jumlah yang akan dibayarkan untuk sewa alatpengolahanpemanenan timah dan menyatakan bahwa nilai harga pokok penjualan (HPP) smelter PT Timah berdasarkan HPP jauh lebih tinggi, yaitu Rp3,02 triliun dari nilai yang seharusnya, yaitu Rp738,93 miliar.
"Dengan kata lain, terdapat keuntungan harga sebesar Rp2,28 miliar," kata jaksa.
Setelah perjanjian sewa peralatan penebangan timah ditandatangani, Tamron, Suwit, Robert, dan Fundi bertemu dengan Harvey, kata jaksa.
Dalam pertemuan tersebut, Harvey meminta uang sebesar USD 500 hingga USD 750 per ton untuk biaya keamanan peralatan tersebut.
Keempatnya kemudian sepakat untuk mengumpulkan dana keamanan seolah-olah sebagai biaya tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (CSR) dengan nilai USD 500 per ton yang dihitung dari volume peleburan timah dengan PT Timah.
JPU mendakwa bahwa biaya CSR tersebut ada yang diserahkan langsung kepada Harvey dan ada yang ditransfer melalui rekening money changer atau melalui money changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya, sehingga uang yang ditransfer tersebut merupakan transaksi penukaran mata uang asing mengungkapkan adanya mekanisme pengumpulan dana jaminan, sehingga seolah-olah uang tersebut merupakan transaksi penukaran mata uang asing.
"Setelah uang masuk ke rekening,money changerPT Quantum Skyline Exchange kemudian melakukan penarikan yang dilakukan oleh Helenarim di mana uang tersebut diserahkan oleh Harvey dan dikuasai," kata jaksa. Selain uang yang mengalir ke Harvey dan Helena, kerugian negara yang ditimbulkan adalah Rp325,99 juta Amir, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin melalui PT Refined Bangka Tin Rp4,57 triliun Direktur Suparta, Tamron melalui CV Venus Inti Perkasa Rp3,66 triliun, Robert melalui PT Sariwiguna Binasentosa Rp1,92 triliun, Suwito melalui PT Stanindo Inti Perkasa Rp2,2 triliun Selain itu, aliran uang hasil korupsi juga memperkaya para koruptor. Selanjutnya, CV
Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama Rp10,38 triliun, CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) Rp4,14 triliun, dan Emil melalui CV Salsabil Rp986,79 miliar, 375 mitra jasa usaha pertambangan juga diuntungkan.
Tiga Kepala Dinas ESDM Babel didakwa melakukan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun.
Korupsi diduga dilakukan ketiganya dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, baik dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Perbuatan para terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.